Jumat malam kami menginap di rumah Ri dan
Mam karena sabtunya kami harus berangkat jam 4 pagi ke pelabuhan kali adem demi
mengejar jadwal berangkat kapal pukul 6.30.
Di hari eksekusi kami baru bisa berangkat pukul
4.30 dengan GrabCar ke pelabuhan kali adem, air fare pagi itu 148.000 saja. Kalau
kalian bawa kendaraan, ada kok pelataran parkirnya, 3.000 untuk satu jam
pertama, berikutnya 4.000 tanpa ada tarif maksimal. Nah loh.
Kami tiba pukul 6.00 dan gue langsung
menghubungi Pak Nurdin, beliau ini tour guide kami selama di Pulau Harapan.
Setelah ketemu kapten kapal kami langsung dibawa masuk ke dermaga.
Banyak kapal angkut penumpang yang bersandar—ya namanya juga pelabuhan. Ternyata bukan
perkara mudah buat naik ke kapal yang kita tuju, kudu nyebrang pake kapal kapal
lain gitu. Ngeri deh pokoknya.
Bingung mau duduk di mana, kami naik ke atap
kapal mencari udara segar. Ternyata penumpang gak boleh duduk di situ waktu
kapal jalan. Jadi kami terpaksa masuk ke dalam buat selonjoran, para suami
keliling kapal karena gak betah di dalam.
Pukul 11 kapal kami bersandar di dernaga
Pulau Harapan. Panas. Gue berusaha mengubungi Pak Nurdin berkali kali tapi gak
dijawab sampai gue hopeless dan minta tolong Mas Reval—dia
ini contact person maritim travel which is owner yang gue baru tau karena Pak
Nurdin yang cerita— untuk hubungi Pak
Nurdin.
Setelah beberapa kali deringan tunggu,
telepon gue diangkat dan kami janjian di Taman Terpadu. Pak Pras yang jemput
dan jadi tour guide kami, beliau kakak dari Pak Nurdin.
Taman Terpadu ini kayak taman pada umumnya
cuma banyak banget yang jualan dan kalau kalian ke sini gue rekomendasikan cilok abon telor. Mashta.
Homestay kami letaknya di pinggiran agak ke
belakang, ngelewatin semacam tempat pembuangan sampah gitu. Agak sedih liatnya.
Tapi pemandangan di depan homestay kami langsung ke laut, yah walaupun cuma
seadanya.
Bagian yang membuat gue paling terkejut
adalah, ternyata Pulau Harapan ini gak punya pantai, seluruh areanya diisi
pemukiman warga. What a surprise! Ada kelurahan, puskesmas juga sekolah yang
mungkin sampai tingkat SMA. Whew.
Sampai di homestay yang sederhana, ada set
makan siang dan seteko sirup jeruk dingin—yang lebih mirip marimas atau sejenisnya tapi udah pasti bukan nutrisari.
Setelah makan siang kami tidur tiduran di ruang tamu, ternyata gue dan Ri
ketiduran di depan tivi, para suami malah tidur berduaan di kamar depan—ini bulan madu macam apa sih?
Focus, focus on me ♪♪ |
Jam 12.55 Pak Pras nyamper ke homestay buat
ngajak kami snorkeling. Yeay. Langit agak mengkhawatirkan karena sedikit gelap
dan mulai gerimis. Hiks. Info dari orang rumah, di Bekasi malah lagi ujan gede.
Huhu.
Dipandu Bang Bil sebagai kapten kapal kami
naik kapal yang lebih kecil dibawa ketempat snorkeling, perjalanan makan waktu
kurang lebih 10-15 menit—sebenernya gue gak
ngitung juga /ngekek/
Sampai di sana baru ada satu kapal yang snorkeling. Karena udah pernah snorkeling di Tanjung Lesung, gue udah akrab sama alat alat snorkeling juga cara pakenya. Hehehe. Dalam briefing singkat, Pak Pras menjelaskan hewan apa aja yang gak boleh kami pegang, kayak pari, bulu babi, sama ikan apa gitu gue lupa, habis itu? Let’s get wet!!!
Sampai di sana baru ada satu kapal yang snorkeling. Karena udah pernah snorkeling di Tanjung Lesung, gue udah akrab sama alat alat snorkeling juga cara pakenya. Hehehe. Dalam briefing singkat, Pak Pras menjelaskan hewan apa aja yang gak boleh kami pegang, kayak pari, bulu babi, sama ikan apa gitu gue lupa, habis itu? Let’s get wet!!!
Maapkeun ini model dan fotografernya amatiran :p |
Kali ke dua snorkeling, rahang gue gak kaku
lagi pake snorkle, nafas dari mulut juga gak ada masalah malah gue berani
berenang agak jauh buat liat ikan ikan lucu. Ikan dan karangnya bagus bagus,
andai gue bisa menjelaskan ke kalian lebih detail soal nama atau sejarah lain.
Pfft.
Entah berapa lama kami di air, Pak Pras
ngajak naik ke perahu, ternyata udah banyak banget perahu yang menambatkan diri
buat nganter tamunya snorkeling. Penuh.
Kami berlayar menjauh, ke tempat yang agak
sepi, deket pulau kosong gitu, sayangnya gue lupa banget nama pulaunya apa.
Cuma ada kami di sana, Pak Pras bilang ini tempat favoritnya beliau kalau
snorkeling, gak banyak yang tau tempat ini tapi siapapun yang naik perahu itu
pasti diajak snorkeling di sini. Yeay. Kami termasuk yang beruntung dong ya.
Ri minta dibawain bintang laut, warna biru
pula. Belum sempet turun ke air, Pak Pras dan kapten bawain dua bintang laut
besar dan kecil, warna biru. Elah. Happy banget kita.
Ini kali pertama gue pegang bintang laut,
gak ada rasanya sih, tapi dia kaku gitu—habis baca artikel
katanya itu cara dia mempertahankan diri. Mianhae starfish.
Aa gak ikut snorkeling karena lututnya luka
lumayan parah kena karang di spot sebelumnya, eh dia tiba tiba teriak ada ubur ubur! Spontan gue berenang
mendekat Pak Pras, bener aja ada ubur ubur lewat. Sejak itu gue kurang tenang
buat snorkeling, padahal laut di sini lebih bagus. Huft.
Ini bagian kami!! |
Karena udah mulai sore kami berlayar pulang sambil
mampir ke pulau perak. Weleh. Pulaunya mirip pasar ikan. Rame banget. Di sini
lebih ada kehidupan macam kang dagang juga toilet, eh ada water sportnya juga
deh. Banyak juga yang bikin tenda di pinggir pantai, Gue? Kayaknya kurang cocok
diajak traveling apalagi camping. Hotel bintang aja lah yuk! /dikeplak/
Sang suami menunggu di perahu setelah ngecek sekitaran pantai, gue sama Ri
cuma pengen foto di ayunan itu.
Mission accomplished ya neng
:D
➺➺➺
Balik ke homestay, makan malam udah siap di
meja. Padahal pintu dikunci. Hem. Alhamdulillah gak ada barang yang ilang—padahal ATM gue ada di tas di deket meja,
tasnya kebuka pula.
Gak nafsu makan malam kami malah nyeduh pop
mie yang kami bawa, sayangnya dispenser yang disediakan gak ada air panasnya,
jadi kami harus request sama pemilik homestay.
Pukul 20.00 Pak Pras sibuk bikin bara api
buat BBQ, menu hari ini ikan tongkol. Untungnya gue bawa sosis lengkap dengan
mentega dan saus, jadi yang gak makan ikan masih punya pilihan.
Sejak pulang snorkeling sampai pukul 22.00
Aa sibuk mancing di depan homestay, bahkan makan malam aja kalau gak disuapin
pasti Aa gak makan. Aa dapet 3 ikan yang kata penduduk setempat namanya kerong
kerong. Katanya sih dagingnya enak, tapi gak kami bakar karena gak tega
makannya /ngakak/
Ternyata langit malam di tengah laut tuh luar biasa. Rasanya kayak gue bisa pegang semua bintang bintang yang nyala terang. Mereka persis di atas kepala woy! Bahagia ganda!!!
✰✰✰✰✰✰
➺➺➺
Pagi keesokan harinya gue bangun lebih awal
dan mandi dengan air asin. Gak seasin air laut tapi yah namanya juga di pulau.
Begitu gue selesai mandi, nasi goreng dan seteko teh manis hangat udah ada di
meja.
Badan kami sakit semua, entah karena
snorkeling, entah karena perjalanan panjang di kapal atau karena keliling
pulang dengan baju basah. Mungkin malah kombinasi ketiganya.
Menyelesaikan agenda hari terakhir, kami
berjalan menyusuri pemukimam warga yang lumayan padat ke tempat penangkaran
penyu. Duh rasanya pengen gue pelihara satu.
Udah gak punya banyak waktu, kami kembali
berlayar ke Pulau Bira Besar. Pak Pras yang gak suka keramaian bawa kami ke
sisi selatan—kayaknya—dan menepikan perahu di sana. Liat dermaga lucu Aa langsung gak fokus menyusuri
pantai.
Belum lama kami bermain, gerombolan pengunjung
datang menghampiri. Berhubung waktu juga udah habis kami balik deh ke perahu.
Aa yang udah duluan di perahu ternyata lagi asik mancing. Kami yang tadinya
diburu buru jadi harus nungguin dia mancing dulu. Pak Pras bukannya nyuruh Aa
udahan malah ikut mancing cumi cumi. Jadilah itu cumi kami bawa buat oleh oleh.
Kalau gue diajak ke sini lagi? Ayo. Tapi naik speed boat. Kalau harus naik kapal, gak mau pergi di akhir pekan apalagi yang liburan panjang.
➺➺➺
Perjalanan pulang ke Jakarta ternyata lebih
melelahkan, kapal kapal penuh penumpang dan kami diajak lewat bagian belakang
kapal yang lebih sepi tapi menguji adrenalin. Susah. Panas. Rasanya kayak
dipanggang. Matang.Kalau gue diajak ke sini lagi? Ayo. Tapi naik speed boat. Kalau harus naik kapal, gak mau pergi di akhir pekan apalagi yang liburan panjang.
➺➺➺
"Terima kasih atas segala kesabaran, kerelaan
membagi duka dan lelah agar kita punya tawa tawa bahagia"
1 Comment:
Halo kak, kakak masih ada kontak nomor pak nurdinnya ga ya?
Trims :)
Post a Comment