May 16, 2013

Nuevember


"Mungkin ini kenapa Tuhan tak biarkan kita berada dalam satu frame yang sama lagi"
Kalimat itu terus mengiang dalam benak Razaan, ia tak mengerti mengapa Tuhan tak izinkan mereka dalam satu frame yang sama lagi. Apakah Tuhan tak tahu kalau ia begitu mencintai gadis itu? Rasanya tidak mungkin. Bahkan saat ia melamar gadis idaman yang lain, Tuhan malah membawa Nesha padanya.
-❤❤❤-
"Bumi memanggil, Razaan" suara lembut ibu terdengar dari luar kamar.
"Ah iya bu" Razaan menoleh
"Nanti kau terlambat kerja. Lekas sarapan dulu" ibu masuk dan membenahi selimut tebal milik anaknya. Razaan tak pernah pasang pendingin ruangan di kamar, tapi ia selalu butuh selimut yang lebih tebal dari siapapun di rumah itu.
-❤❤❤-
Nesha mematut dirinya di depan cermin sekali lagi. Ada bayangan gadis sederhana dengan chinno dan kaos hitam disana, rambutnya yang diikat kuda menambah kesan manis pada gadis berkulit putih itu.
"Yak sudah!" seraya mengenakan flat hitam dan tas coklat ia mengunci kamar kosnya lalu berlari menghampiri Ian, sahabat dekatnya.
-❤❤❤-
Sungguh munafik jika disebut sahabat dekat, namun Ian memang tak pernah memintanya lebih dari itu. Sejak awal kuliah mereka bertemu hingga sudah masuk semester akhir, hubungan mereka dirasa cukup hanya sekedar teman saja. Ian bukannya tak punya pacar, tapi tak ada satupun yang bertahan lebih dari seminggu dengannya.
"Jangan terlalu picky" ujar Nesha suatu hari. Ian tak menggubris, baginya semua wanita-wanita itu hanya menginginkan uangnya saja. Namun dengan Nesha, Ian merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang tulus, sesuatu yang tak ia rasakan saat bersama pacar-pacarnya yang dulu. Sungguh ia tak mau kehilangan si manis Nesha, namun ia juga tak mau merusak persahabatan yang sederhana itu.
 -❤❤❤-
Sebulan sebelumnya
Lagi-lagi Razaan terbangun di malam hari dengan bermandikan keringat. Sudah seminggu, tak biasanya ia begini.
"Nesha, aku rindu" tanpa sadar ia menggumam.

Ya, Razaan rindu kekasihnya itu. Bagaimanapun rumitnya hubungan mereka 6 tahun yang lalu, bagaimanapun Nesha memaksa pergi menjauh. Sejak itu ia berjanji takkan mau menguhubungi Nesha lagi, sejak itu pula meski tertatih ia mulai membangun hubungan baru dengan gadis yang lebih cantik, Nula. Sudah hampir 3 tahun dia bersama gadis yang pernah menampar Nesha di depan matanya sendiri.
Aneh? Memang. Karena jika boleh memilih, ia tak kan mau kisah cintanya serumit ini. Sekarang, rindu ini memuncak menyesakkan dada

"Mungkin tak apa, toh aku hanya ingin mendengar suara manis Nesha, aku takkan menganggunya aku hanya ingin mendengar Nesha baik-baik saja" Razaan membela diri.

Kemudian dengan gamang Razaan mengetik nomor yang tak pernah dilupakannya itu, berharap Nesha belum menggantinya.

Tersambung namun tak ada jawaban, Razaan menoleh lemas pada jam weker di meja kamarnya, pukul 2 pagi, tak mungkin Nesha masih bangun.

Saat hendak menutup teleponnya, suara itu terdengar hingga ke tulang, menghempas semua rindu yang bersarang. Nesha.
"Halo"
...
"Halo?"
...
"Halo, maaf ini siapa ya?"
...
"Halo?"
"Nesha, ini aku"
...
"Nesha apa kabar?"
"Baik"
"Aku mau minta maaf"
"Buat apa?"
"Buat semua kesalahan yang pernah aku lakukan. Lagipula, aku masih sayang kamu Ne. Bisakah kita...?"
"Aku udah maafin kok, tapi semua orang butuh perubahan zan. Aku bukan wanita yang tepat buat kamu. Mungkin ini kenapa Tuhan tak biarkan kita berada dalam satu frame yang sama lagi. Kamu pernah jadi bagian aku di masa-masa bahagia dan itu sudah lalu"
...
"Maaf zan Aku mau memulai hidup baruku dari sini"
-tuuuuut-
(Cont...)

0 Comment:

Post a Comment