"Mungkin ini kenapa
Tuhan tak biarkan kita berada dalam satu frame yang sama lagi"
Kalimat itu terus mengiang dalam
benak Razaan, ia tak mengerti mengapa Tuhan tak izinkan mereka dalam satu frame
yang sama lagi. Apakah Tuhan tak tahu kalau ia begitu mencintai gadis itu?
Rasanya tidak mungkin. Bahkan saat ia melamar gadis idaman yang lain, Tuhan
malah membawa Nesha padanya.
-❤❤❤-
"Bumi memanggil, Razaan" suara
lembut ibu terdengar dari luar kamar.
"Ah iya bu" Razaan menoleh
"Nanti kau terlambat kerja. Lekas sarapan
dulu" ibu masuk dan membenahi selimut tebal milik anaknya. Razaan tak
pernah pasang pendingin ruangan di kamar, tapi ia selalu butuh selimut yang
lebih tebal dari siapapun di rumah itu.
-❤❤❤-
Nesha mematut dirinya di depan
cermin sekali lagi. Ada bayangan gadis sederhana dengan chinno dan kaos hitam
disana, rambutnya yang diikat kuda menambah kesan manis pada gadis berkulit
putih itu.
"Yak sudah!"
seraya mengenakan flat hitam dan tas coklat ia mengunci kamar kosnya lalu
berlari menghampiri Ian, sahabat dekatnya.
-❤❤❤-
Sungguh munafik jika disebut
sahabat dekat, namun Ian memang tak pernah memintanya lebih dari itu. Sejak
awal kuliah mereka bertemu hingga sudah masuk semester akhir, hubungan mereka
dirasa cukup hanya sekedar teman saja. Ian bukannya tak punya pacar, tapi tak
ada satupun yang bertahan lebih dari seminggu dengannya.
"Jangan terlalu
picky" ujar Nesha suatu hari. Ian tak menggubris, baginya semua
wanita-wanita itu hanya menginginkan uangnya saja. Namun dengan Nesha, Ian
merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang tulus, sesuatu yang tak ia rasakan
saat bersama pacar-pacarnya yang dulu. Sungguh ia tak mau kehilangan si manis
Nesha, namun ia juga tak mau merusak persahabatan yang sederhana itu.
-❤❤❤-
Sebulan sebelumnya
Lagi-lagi Razaan terbangun di malam hari dengan
bermandikan keringat. Sudah seminggu, tak biasanya ia begini.
"Nesha, aku rindu" tanpa sadar ia
menggumam.
Ya, Razaan rindu kekasihnya itu.
Bagaimanapun rumitnya hubungan mereka 6 tahun yang lalu, bagaimanapun Nesha
memaksa pergi menjauh. Sejak itu ia berjanji takkan mau menguhubungi Nesha
lagi, sejak itu pula meski tertatih ia mulai membangun hubungan baru dengan
gadis yang lebih cantik, Nula. Sudah hampir 3 tahun dia bersama gadis yang
pernah menampar Nesha di depan matanya sendiri.
Aneh? Memang. Karena jika boleh
memilih, ia tak kan mau kisah cintanya serumit ini. Sekarang, rindu ini
memuncak menyesakkan dada
"Mungkin tak apa, toh
aku hanya ingin mendengar suara manis Nesha, aku takkan menganggunya aku hanya
ingin mendengar Nesha baik-baik saja" Razaan membela diri.
Kemudian dengan gamang Razaan mengetik nomor yang
tak pernah dilupakannya itu, berharap Nesha belum menggantinya.
Tersambung namun tak ada
jawaban, Razaan menoleh lemas pada jam weker di meja kamarnya, pukul 2 pagi,
tak mungkin Nesha masih bangun.
Saat hendak menutup teleponnya,
suara itu terdengar hingga ke tulang, menghempas semua rindu yang bersarang.
Nesha.
"Halo"
...
"Halo?"
...
"Halo, maaf ini siapa ya?"
...
"Halo?"
"Nesha, ini aku"
...
"Nesha apa kabar?"
"Baik"
"Aku mau minta maaf"
"Buat apa?"
"Buat semua kesalahan yang pernah aku lakukan. Lagipula, aku masih sayang kamu Ne. Bisakah kita...?"
"Aku udah maafin kok, tapi semua orang butuh perubahan zan. Aku bukan wanita yang tepat buat kamu. Mungkin ini kenapa Tuhan tak biarkan kita berada dalam satu frame yang sama lagi. Kamu pernah jadi bagian aku di masa-masa bahagia dan itu sudah lalu"
...
"Maaf zan Aku mau memulai hidup baruku dari sini"
...
"Halo?"
...
"Halo, maaf ini siapa ya?"
...
"Halo?"
"Nesha, ini aku"
...
"Nesha apa kabar?"
"Baik"
"Aku mau minta maaf"
"Buat apa?"
"Buat semua kesalahan yang pernah aku lakukan. Lagipula, aku masih sayang kamu Ne. Bisakah kita...?"
"Aku udah maafin kok, tapi semua orang butuh perubahan zan. Aku bukan wanita yang tepat buat kamu. Mungkin ini kenapa Tuhan tak biarkan kita berada dalam satu frame yang sama lagi. Kamu pernah jadi bagian aku di masa-masa bahagia dan itu sudah lalu"
...
"Maaf zan Aku mau memulai hidup baruku dari sini"
-tuuuuut-
(Cont...)
0 Comment:
Post a Comment